
Selain memiliki kecenderungan untuk bermalas-malasan, kita mungkin juga cenderung untuk merasa iri maupun membandingkan diri terhadap orang lain. Namun, bersyukurlah apabila kita masih mau belajar untuk tidak iri hati.
Rasa syukur adalah memilih untuk mempercayai penyertaan serta pemeliharaan Tuhan yang nyata dalam setiap aspek maupun tahap kehidupan kita.
Amsal 14:30 (TSI), "Hati yang tenang membuat tubuh sehat, tetapi hati yang penuh iri seperti penyakit membusukkan tulang."
Sikap yang tenang memanjangkan umur; iri hati memendekkannya. (FAYH)
A sound mind makes for a robust body, but runaway emotions corrode the bones. (MSG)
Iri hati ibarat racun yang merayap diam-diam, menggerogoti sukacita, serta dapat merusak sebuah hubungan. Sikap iri membuat kita memandang berkat orang lain sebagai tolok ukur kegagalan kita sendiri, seolah-olah segala sesuatunya haruslah menjadi kompetisi atau persaingan. Dan bukannya berusaha untuk menjadi pemberi semangat, serta melatih diri untuk senantiasa merasa cukup dan mengucap syukur.
Namun, identitas kita yang sesungguhnya ialah sebagai anak-anak Allah yang sangat dikasihi oleh-Nya.
Karena itu, pandanglah keberhasilan orang lain sebagai bagian dari kebaikan Tuhan yang lebih luas bagi dunia, bukan sebagai ancaman bagi setiap kita, sehingga tiada lagi ruang bagi iri hati.
Amsal 15:16, "Lebih baik sedikit barang dengan disertai takut akan TUHAN dari pada banyak harta dengan disertai kecemasan."
Lebih baik sedikit harta yang disertai hormat akan Allah daripada banyak harta yang disertai kesulitan. (FAYH)
A simple life in the Fear-of-GOD is better than a rich life with a ton of headaches. (MSG)
Jadi, masihkah kita mau iri hati hari ini?
~ FG