Pada tahun 1928, seorang pria berusia sekitar tiga puluh tiga tahun, bernama Paul Galvin, kembali menghadapi kegagalan. Ini bukan yang pertama kalinya. Ia telah mengalami dua kali kegagalan dalam dunia industri, dan kali ini pun perusahaannya dalam bisnis baterai penyimpanan harus ditutup karena tidak mampu bersaing.
Namun, di tengah reruntuhan kegagalannya, Paul tidak menyerah. Ia menghadiri lelang atas aset perusahaannya sendiri dan, dengan hanya sekitar $750 yang berhasil ia kumpulkan, ia membeli kembali bagian dari bisnisnya—alat pengganti baterai.
Dari sisa-sisa yang kecil itu, Paul membangun perusahaan baru. Perusahaan yang akhirnya sukses besar, tempat ia mengabdikan hidupnya hingga pensiun, dan nama yang kini dikenal hampir di seluruh dunia, dan pernah kita dengar, yaitu Motorola.
Kisah Paul Galvin mengajarkan kita bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Bahkan, dalam perspektif iman Kristen, kegagalan bisa menjadi alat Tuhan untuk membentuk, mengarahkan, dan mempersiapkan kita menuju rencana-Nya yang lebih besar. Lelah, kalah itu biasa, tetapi menyerah pasrah adalah pilihan.
Firman Tuhan berkata:
Yeremia 29:11, "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."
Mungkin saat ini kita merasa sedang berada di titik terendah dalam hidup, ataupun kegagalan, dan kekalahan. Mungkin juga merasa semua yang kita usahakan sia-sia saja, bahkan ingin menyerah. Tetapi jangan menyerah.
Seperti Paul Galvin, tetaplah percaya bahwa Tuhan belum selesai dengan hidup kita masing-masing. Ia memiliki rancangan dan rencana terindah. Terkadang, justru dari puing-puing kegagalan itulah Tuhan membangun sesuatu yang jauh lebih besar daripada yang pernah kita bayangkan. Tetaplah bertahan, bangkitlah dari kegagalan serta keputusasaan.
~ FG