Matius 26:25, "Yudas, yang menyerahkan Dia itu, menjawab, katanya: 'Bukan aku, ya Rabi?' Kata Yesus kepadanya: 'Engkau telah mengatakannya.'"
Di malam terakhir sebelum penyaliban, ketika Tuhan Yesus sedang makan bersama murid-murid-Nya, Ia berkata, "Seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku." Para murid terguncang, dan mungkin menjadi merasa tidak enak saat makan, sehingga satu per satu bertanya, "Bukan aku, ya Tuhan?"
Namun, simaklah ketika giliran Yudas, perhatikan baik-baik perbedaannya:
Dia tidak berkata "ya Tuhan", tetapi "ya Rabi," yang berarti Guru.
Yudas tidak pernah menyebut Yesus sebagai Tuhan, hanya sebagai seorang pengajar, seseorang yang mungkin dihormati, tapi tidak pernah dikenalnya lebih lagi secara pribadi maupun dianggapnya sebagai Tuhan maupun Juruselamatnya.
Perbedaan ini bukan soal kata, tapi soal hati.
Mengapa hal ini signifikan? Mungkin banyak orang sampai hari ini juga hanya mengagumi Yesus. Menganggap-Nya tokoh moral, Guru yang bijak, bahkan nabi besar. Tapi mengagumi Dia tidak sama dengan mengakui-Nya dan percaya bahwa Dia Tuhan. Yudas hidup dekat dengan Yesus, makan bersama-Nya, menyaksikan mujizat-Nya, mendengar pengajaran-Nya, tapi hatinya tidak pernah tunduk kepada-Nya.
Bagaimana dengan kita saat ini?
Kedekatan fisik tidak menjamin kedekatan rohani. Kita pun bisa saja hadir beribadah di gereja, aktif dalam pelayanan, bahkan tahu banyak sekali serta pandai membahas soal firman, namun tetap belum menjadikan Yesus sebagai satu-satunya Tuhan di dalam hati serta hidup kita. Yesus bukan sekadar Guru. Dia adalah Tuhan. Mengikuti Yesus bukan soal belajar prinsip hidup, tapi soal menyerahkan hidup sepenuhnya kepada-Nya.
Jangan sampai seperti Yudas. Sibuk dengan aktivitas rohani, tapi hatinya jauh dari Tuhan. Bisa memanggil-Nya "Guru," tanpa pernah menyerahkan diri kepada-Nya sebagai "Tuhan," bahkan menyerahkan Dia untuk ditangkap serta dihukum, dan disalib.
~ FG