
Saya sering bingung melihat beberapa orang yang dalam menggunakan media sosial berupa aplikasi WhatsApp apabila sudah membaca chat kita di WA itu, tetapi justru yang terlihat hanya centang dua warna abu-abu, dan bukannya yang berwarna biru.
Artinya, sebenarnya mereka sudah terima dan baca pesannya, tapi apakah sepertinya tidak ingin diketahui bahwa sudah membaca atau belum, sehingga jadi terkesan kok sembunyi-sembunyi.
Alhasil, si penulis pesan hanya bisa pasrah menunggu respons maupun jawaban.
Memang sih, sah-sah saja dan mungkin ada alasannya mereka seperti itu, dan itu pun hak ataupun privasi seseorang untuk berbuat demikian. Tapi ujung-ujungnya, kemungkinan komunikasi jadi kurang lancar. Apakah Saudara pernah mengalaminya, ataukah justru yang melakukan hal seperti itu juga?
Namun, tiba-tiba saya pun diingatkan serta disadarkan oleh Tuhan, sebab hal seperti itu juga dapat saja seolah terjadi antara kita dan Allah Bapa kita.
Allah sering kali menunggu respons kita dalam berkomunikasi dengan-Nya, tapi kitanya justru seolah-olah diam saja, cuek, acuh tak acuh, dan lama-kelamaan menjadi abai dengan penantian oleh-Nya.
"Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menyahut; akan Kuberitahukan kepadamu hal-hal yang indah dan mengagumkan yang belum kauketahui." (Yeremia 33:3, BIMK)
Firman Tuhan berkata, "Berserulah kepada-Nya." Dia sungguh terlebih rindu supaya masing-masing kita berbicara dan membangun komunikasi yang intim dengan-Nya, walaupun mungkin juga kita sedang dalam keadaan yang sulit. Meski demikian, tetaplah mencari Dia, sumber jawaban kita serta jalan keluar yang sejati.
Selain itu, tentu Dia siap untuk menunjukkan kemurahan dan kasih sayang-Nya kepada kita dengan memberikan pemulihan dan jawaban mungkin yang tidak bisa kita jangkau oleh pemikiran maupun lakukan dengan kekuatan kita sendiri.
Oleh sebab Dia selalu menunggu seruan kita kepada-Nya setiap saat, jadi masih maukah kita membiarkan "centang dua warna abu-abu" terhadap Dia, sedangkan kita tahu jelas bahwa Dia senantiasa menanti untuk berbincang-bincang dengan kita?
~ Deliana Marpaung, MTh