Mazmur 42:1, "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah."
Kepada pemimpin koor. Sebuah nyanyian dari anak-anak Korah. Seperti seekor rusa minum dari air sejuk, demikianlah juga jiwaku haus akan Engkau, ya Allahku. (VMD)
(A special psalm for the people of Korah and for the music leader.) As a deer gets thirsty for streams of water, I truly am thirsty for you, my God. (CEV)
Saya tidak menduga anak bayi yang berusia masih di bawah sembilan bulan sudah mempunyai ikatan emosi yang begitu kuat dengan papanya, terutama ketika belum bertemu sekian waktu lamanya, walaupun hanya barang sehari. Seperti halnya yang dialami oleh Iel (ieL) anak bayi dari adik ipar saya, yang menangis tersedu-sedu ketika kembali melihat sang ayah, sembari menjulurkan kedua tangannya meminta untuk digendong.
Bukan karena sekadar merasa lapar, ataupun takut, tapi lebih karena rasa rindu. Rasa rindu yang mungkin hanya bisa dirasakan olehnya, dan bukan oleh orang lain.
Mungkin seperti itu pulalah kerinduan yang digambarkan serta dialami oleh pemazmur dalam Mazmur 42:1. Ia menggambarkan jiwanya seperti rusa yang haus dan merindukan aliran air yang segar. Tapi bukan sekadar rasa haus secara fisik, melainkan kerinduan yang terdalam dalam jiwanya (emosi, pikiran, perasaan, akan hadirat Allah.
Masihkah kita pula memiliki rasa atau kerinduan yang seperti itu?
Anak bayi tidak bisa menjelaskan apa yang ia rasakan, selain hanya tahu dan merasa bahwa ada figur yang terkasih, yang membuatnya merasa aman dan utuh, yaitu papanya, atau orangtuanya. Namun, ketika figur terkasih itu tidak ada di dekatnya, mungkin ada yang terhilang ataupun kerinduan yang terdalam yang hanya bisa disegarkan ataupun dipenuhi saat berjumpa kembali dan berada di dekatnya.
Begitu juga kita sebagai anak-anak Allah. Kadang-kadang dalam kesibukan, dalam "kekeringan rohani", atau bahkan dalam penderitaan, kita merasakan ada yang hilang. Dan sering kali, yang hilang itu bukanlah hal-hal duniawi, tapi keintiman kita dengan Bapa surgawi.
Apakah jiwa kita masih menangis karena rindu akan Tuhan? Ataukah kita sudah terlalu terbiasa tanpa-Nya, dan kasih kita menjadi dingin terhadap Dia?
Tuhan pasti rindu melihat anak-anak-Nya mencari Dia dengan hati yang haus dan lapar. Seperti seorang bayi yang merindukan pelukan papanya, mamanya, kiranya kita pun demikian merindukan hadirat Allah, bahkan lebih daripada apa pun yang ada di dunia ini.
~ FG