Apabila ingin hidup berkemenangan, janganlah kita bertindak seolah bermental korban. Adam dan Hawa ketika jatuh dalam dosa, bukannya segera bangkit dan melakukan hal-hal yang baik, mereka malah kehilangan banyak kesempatan karena membuang-buang waktu, serta merasa sebagai korban keadaan.
Mentalitas korban serta tidak segera bangkit adalah cara paling parah untuk tidak mengalami rencana Tuhan dalam hidup kita.
Kejadian 3:6, "Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya."
Masalah mulai terjadi akibat kelakuan mereka sendiri. Ya, ada dua penyebab terjadinya permasalahan, yakni akibat diri sendiri maupun orang lain, dan keadaan yang di luar kendali manusia. Jika kita ingin keluar dari permasalahan tersebut, maka kita dapat memutarbalikkan keadaan dengan keputusan yang kita buat.
Sering kali apa yang menimpa adalah di luar kendali, seperti situasi wabah pandemi. Apa pun yang terjadi, buatlah sebuah rencana. Perencanaan yang bukan cuma untuk bertahan, melainkan juga untuk dapat keluar dari permasalahan. Carilah hikmat Allah di balik segala kondisi dan di tiap musim kehidupan.
Sungguh-sungguhlah menerapkan secara sadar semua jalan-Nya. Sebab ada cara baru, ada sisi terang (the bright side) atas segala sesuatu, karena itu perolehlah hikmat-Nya dan secara intensional membuat perencanaan agar mampu memecahkan permasalahan. Jangan mengalir ikut arus.
Kejadian 3:7, "Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat."
Adam dan Hawa menyadari ketelanjangan mereka. Namun, mereka membuat solusi yang salah. Janganlah kita seperti itu. Mereka membuat cawat dari daun pohon ara. Seolah-olah ala kadarnya, gali lubang, tutup lubang, hanya untuk menggali lubang yang baru. Itu adalah rencana yang buruk.
Sebenarnya mereka, terkhusus Adam punya waktu mempertimbangkan baik-baik bersama Tuhan, daripada mengambil keputusan sendiri dengan membuat cawat, padahal ia bisa "naik banding" dan secara jujur mengakui, serta memohon ampun kepada-Nya. Sebab ia mungkin telah mengetahui sifat-sifat Allah dan memiliki pengenalan yang cukup akan Dia. Seharusnya, ia memakai waktu yang ada untuk mencari solusi yang benar, ketimbang alih-alih membuat cawat dari daun pohon ara, solusi yang semu dan sementara.
Banyak orang ketika dirundung masalah, rencana-rencana mereka yang salah justru membuat mereka semakin bermasalah dan persoalannya makin mendalam. Sehingga ada pelarian ataupun pelampiasan, bukannya membuat rencana-rencana yang baik. Seperti Adam dan Hawa, mereka malah memakai kesempatan yang ada untuk sembunyi dari Allah.
Kejadian 3:8-9, "Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman. Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: "Di manakah engkau?"
Tanyalah pada diri sendiri saat ini, terutama ketika berada dalam sebuah situasi, "Di manakah aku ?" "Di manakah hati kita ?" "Kira-kira di mana aku di hadapan Allah hari ini ?" "Bagaimana kondisi hidupku apabila kondisi finansial sedang sial ?"
Mulailah mengevaluasi atau menemukan posisi dan lokasi kita. Ibarat aplikasi penunjuk jalan dengan satelit untuk menemukan dan mengarahkan lokasi yang sebaiknya ditempuh. Allah jauh lebih sanggup melakukan semua itu untuk kita. Jika Ia bertanya di mana kita, bukan berarti Ia tidak mengetahui, melainkan Ia ingin mengajak kita seperti halnya ke Adam, untuk bekerja sama dengan-Nya. Ia mau mengajak kita menemukan jalan keluar yang benar. Jadi, janganlah berlari atau bersembunyi dari-Nya.
Sebagaimana Adam tidak mau merencanakan dengan benar, khususnya untuk pertobatan, meski Allah memberinya kesempatan dan waktu, demikian pula kebanyakan kita seperti itu. Banyak kita tidak merencanakan untuk kembali pada hubungan yang baik dengan Allah maupun membangun reruntuhan-reruntuhan di hidup kita.
Sekalipun ada konsekuensi, terutama akibat perbuatan dosa, namun pasti ada perencanaan penebusan dari-Nya (a redemption plan of God), yang bukan cuma terhadap dosa itu sendiri, melainkan berbagai hal dalam hidup kita—permasalahan ekonomi, rumah tangga, karier, serta apa pun yang sekarang sedang merundung kita.
Namun, harus secara jujur kita mengakui dan menjawab pertanyaan Allah, "Di manakah engkau?" untuk mengevaluasi diri di mana kita saat ini. Jangan sekadar aji mumpung (memanfaatkan situasi atau kondisi untuk kepentingan diri sendiri) ataupun terlalu agresif. Evaluasilah apa yang perlu agar tidak kita melakukan kesalahan yang tidak perlu. Itulah perencanaan yang jitu. Bisa saja masalah belum teratasi, namun kita sudah menemukan berbagai cara ataupun kemungkinan untuk mencegah terulangnya kesalahan yang sama.
Kita bisa merenungkan di mana letak kesalahan kita. Karena itu, ketahui lokasi kita saat ini. Mungkinkah ada kesalahan di perkataan mulut kita ? Mungkinkah kita membanding-bandingkan pasangan ataupun anak-anak kita ? Adakah kita selama ini masih menonton tayangan-tayangan yang justru menghalangi untuk meraih sesuatu yang baik ?
Ketahui pula letak kegagalan kita (locate and know where our failure is). Hindari risiko-risiko yang malah dapat menghantar pada kegagalan. Jika bisa kita melihat di mana letak permasalahan kita hari ini, maka kita akan mampu berdoa secara lebih bijak atau intelektual berdasarkan akal budi (an intelligent prayer), seperti yang dialami Paulus. Tidak asal-asalan. Walau bukan semata-mata bergantung pada logika, tetapi doa kita akan lebih tepat sasaran. Sehingga, kita bisa mengukur kapan akan terjadi perubahan. Serta, bila telah terjadi sebuah perubahan, kita dapat mengetahui bahwa itu adalah jawaban doa kita dari Tuhan.
1 Korintus 14:15, "Jadi, apakah yang harus kubuat? Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku."
Berdoa dengan akal budi harus mulai dengan adanya pembaruan akal budi. Karena itu, pembaruan akal budi tidak bisa lepas dari yang namanya evaluasi atau mengenal diri sendiri dan di mana lokasi permasalahan kita hari ini. Terkadang, kita perlu menghindar dan menyingkir sejenak dari kebisingan atau kerumunan yang ada, supaya bisa bercermin pada firman Tuhan. Sebab di dalam hadirat-Nya, segala sesuatu dapat menjadi lebih jernih.
Mazmur 139:7, "Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?"
Segala permasalahan kita sebenarnya sering terjadi dan bermula ketika kita menjauh dari Tuhan. Jika kita di luar kehendak-Nya, kemungkinan akan terjadi berbagai hal atau masalah yang tidak baik. Sebab ada ujian iman untuk mendewasakan, dan pencobaan karena kebodohan. Walau bukan berarti hidup dekat dengan Tuhan pasti terbebas dari segala masalah, namun bedanya adalah masalah itu akan melatih kita.
Sebaliknya, jika masalah justru menjatuhkan, itu sering kali karena kita menjauh dari Tuhan atau menjaga jarak dari-Nya dan meninggalkan, tidak lagi mau mencari hadirat-Nya. Padahal, kita tidak mampu berbuat apa-apa tanpa Dia. Jika kita jauh, apalagi terputus dari-Nya, kita tidak akan berbuah.
Yohanes 15:5, "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa."
Setelah "Di manakah engkau ?" pertanyaan berikut adalah, "Ke mana engkau mau pergi ?" Di mana saya (where am I) berkaitan dengan ke mana kita akan pergi (where am I going). Jadi, tanyakan pada diri sendiri, ke mana kita mau pergi?
Maksimalkanlah hidup kita, terutama hari-hari ini. Setiap hari, jangan buang-buang waktu. Ingat, the time I kill is killing me, waktu yang kita buang secara peruma dan sia-siakan akan menghancurkan hidup kita. Karena itu, buatlah perencanaan-perencanaan. Tanpa berencana, maka hari yang tanpa rencana itu akan terbuang sia-sia (Any day you don't know where you are going, that day is lost). Sebab kesuksesan sejati bergantung pada aktivitas sehari-hari. Agenda per hari akan menentukan agenda sepanjang hidup kita. Dan waktu yang sudah terbuang, tidak akan kembali.
Karena itu, miliki visi dalam hidup ini. Seminimal-minimalnya, visi untuk menyenangkan hati Tuhan agar kita memiliki kekuatan serta pengharapan untuk hidup setiap hari, sekalipun keadaan terpuruk dan dilanda berbagai badai kehidupan.
Yeremia 29:11, "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."
Jangan pernah menyerah. Bertahan dan berjuanglah untuk segala sesuatu yang baik dalam hidup ini. Persiapkan diri dan segala yang perlu. Jangan gentar menghadapi masalah, karena merupakan rintangan sementara yang akan kita lalui, asalkan kita mempunyai visi.
Matius 6:33, "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."
Saat ini mungkin Roh Kudus bertanya pada kita, "Ke manakah engkau akan pergi?", semoga dengan menjawabnya, kita dapat menembus permasalahan dan melihat rancangan Tuhan, bahkan mengatasi berbagai masalah yang sedang kita hadapi, memiliki wawasan serta perencanaan yang matang, objektif dan lebih baik. Amin.