Dalam Lukas 15 : 11 - 32 kita dapat membaca perumpamaan tentang anak yang hilang.
Perumpamaan tentang anak yang bungsu meminta warisan yang menjadi bagiannya sebelum bapanya meninggal adalah tindakan yang sangat menyalahi kultur pada waktu itu. Esensi dari cerita perumpamaan ini adalah si bungsu menginginkan bagian harta warisan yang dimiliki oleh bapanya tanpa mau memiliki hubungan dengan bapanya, oleh sebab itu si bungsu ingin keluar dari rumah bapanya dan memiliki kebebasan (freedom).
Perlu kita sadari saat kita meminta free life (kebebasan), maka juga memiliki harga yang harus dibayar di kemudian hari nanti. Esensi dan dampak dari dosa adalah nyata. Kita diberi hak untuk memilih (free will) dan sama-sama mempunyai dampak konsekuensinya serta harga untuk dibayar.
Dampak dari kebebasan yang tidak didasari oleh hubungan yang memiliki esensi dengan hati Bapa membuat hubungan kita dengan Tuhan akan menjadi jauh serta terputus.
1. Freedom / kebebasan juga ada standar yang Tuhan punya.
Jangan memilih kebebasan tanpa sadar akan ada konsekuensi di kemudian hari, konsekuensi yang paling akhir adalah kekekalan tanpa Kristus. Karena dosa akan selalu membawa jauh kita lebih jauh, dosa akan menawan kita lebih lama, dosa akan membuat kita membayar harga yang lebih mahal.
Dosa dapat terjadi saat manusia menempatkan dirinya sebagai Tuhan, lebih pintar dan lebih bisa dari orang lain. Otoritas dan kebenaran paling tinggi adalah dirinya sendiri. Sedangkan, esensi dari keselamatan ialah Tuhan menempatkan diri-Nya sebagai Manusia supaya Dia bisa mengorbankan nyawa-Nya sebagai pertukaran tempat bagi kita yang sebenarnya layak menerima hukuman.
2. Jangan terhilang di dalam rumah.
Sikap yang menjadi prioritas anak sulung juga tidak lebih baik daripada si bungsu karena lebih peduli pada milik ayahnya, bukan pada ayahnya. Anak yang sulung juga tidak mendapatkan esensi dari hati bapanya.
Anak sulung dan anak bungsu hanya mau berkat bapanya tanpa mau memiliki hubungan.
Anak sulung terbelenggu menjadi hamba atas kemauan serta kedagingannya sendiri, sedangkan anak bungsu adalah harta yang diberikan tidak menjadi berkat. Anak sulung dan yang bungsu sama-sama kehilangan kebebasan karena tidak memiliki esensi dari hati bapanya.
Sekalipun kita berbuat dosa, ternyata Tuhan selalu menunggu kita untuk kembali ke rumah, kepada-Nya dalam pertobatan.
Lukas 15 : 20 & 28
Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia … Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia.
Kiranya kita memiliki esensi dari Hati Bapa, yaitu punya hati untuk jiwa-jiwa agar diselamatkan.
Matius 7 : 21
Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku : Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.
Tuhan Yesus Memberkati