Secara tradisi China setiap Imlek / Sincia / hari-hari perayaan lainnya seringkali melakukan persembahan makanan yang disembahyangkan bagi mereka yang belum memiliki kepercayaan / iman kepada Kristus.
Pertanyaan nya adalah secara Alkitab apakah boleh kita orang-orang yang percaya kepada Yesus memakan makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala ???
Sebelum menjawab pertanyaan diatas maka Bp/Ibu dapat membaca terlebih dahulu beberapa ayat di bawah ini :
Matius 15 : 1 - 20
1 Korintus 8 : 1 - 13
1 Korintus 10 : 23 - 33
Kolose 2 : 16 - 17
Roma 14 : 13 - 23
1 Timotius 4 : 1 - 5
Dari ayat-ayat diatas tersebut, maka kita mendapatkan dua prinsip utama yaitu :
1. Makanan tidak berpengaruh langsung pada kerohanian kita.
• Tuhan Yesus menyatakan bahwa kenajisan bukanlah sesuatu yang ditimbulkan oleh makanan (Matius 15 : 11), melainkan oleh situasi atau keadaan hati seseorang (Matius 15 : 19).
• Makanan tidak membuat posisi kita di hadapan Allah menjadi lebih jauh atau dekat (1 Korintus 8 : 8). Lagipula, segala sesuatu diperbolehkan. Dalam Alkitab 1 Korintus 10, "segala sesuati" yang dimaksud berhubungan dengan makanan (1 Korintus 10 : 25 - 27).
• Di dalam Kristus, kita tidak seharusnya diikat lagi dengan aturan-aturan legalistik soal makanan-makanan (Kolose 2 : 16). Semua yang diciptakan Tuhan untuk di makan, adalah halal jika diterima dengan ucapan syukur dan dikuduskan dalam doa (1 Timotius 4 : 4 - 5).
2. Makanan dapat menjadi batu sandungan.
• Ada orang percaya yang masih belum dewasa dan memiliki keberatan hati nurani dengan makanan yang dipersembahkan kepada berhala (1 Korintus 8 : 9, dan 12 - 13). Jika makanan menjadi batu sandungan bagi orang lain, maka sebaiknya kita tidak memakan makanan tersebut ( 1 Korintus 10 : 28)
• Dalam setiap hal yang kita lakukan, termasuk dalam hal makan dan minum, biarlah Allah yang dimuliakan (1 Korintus 10 : 31). Segala sesuatu kita lakukan dengan landasan iman, sebab jika kita sendiri bimbang atau ragu-ragu, atau tidak yakin maka kita berdosa (Roma 14 : 23).
Jadi ... kita boleh makan makanan apa saja karena tidak mempengaruhi kehidupan rohani kita; tetapi di pihak lain juga kita haruslah bijakaana.
Jika kita ada dalam
Kebimbangan atau menjadi batu sandungan, alangkah baik bila kita memilih untuk tidak memakan makanan yang sudah disembahyangkan tersebut.